Sabtu, 02 Januari 2010

artikel

Selasa, 28 Juli 2009 | 17:49 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Indira Permanasari S

JAKARTA, KOMPAS.com — Berdasarkan asas keadilan, anak-anak cerdas dan berbakat yang biasanya ber-IQ di atas 125 berhak atas pelayanan pendidikan yang khusus agar dapat mengembangkan seluruh potensinya. Pembangunan bangsa juga membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang pengembangannya memerlukan orang-orang berotak cemerlang.

Hal itu dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia era 1978 sampai 1983, Prof Dr Daoed Joesoef, dalam seminar bertajuk "Sejuta Anak Indonesia Cerdas dan Berbakat Istimewa, Apa yang Kita Perbuat Untuk Mereka?" yang diselenggarakan oleh harian Sinar Harapan dalam rangka HUT-nya yang kedelapan, Selasa (28/7) di Jakarta.

Hanya saja, pelayanan pendidikan bagi anak cerdas berbakat istimewa melalui pendidikan khusus merupakan investasi yang sangat besar. Padahal, dana pemerintah terbatas dan jumlah peserta didik yang harus dilayani juga sangat besar, yakni lebih dari 50 juta siswa di seluruh Indonesia.

Daoed berpandangan, jika pemerintah menginginkan adanya sekolah khusus bagi mereka, penerapan pendidikan khusus tersebut tidak dapat sembarangan dan harus disertai berbagai pertimbangan. Sejumlah pertimbangan yang harus dipikirkan antara lain kriteria anak berbakat yang berhak mendapatkan pendidikan khusus tersebut, model pembelajaran, ketersediaan guru berbakat, serta tujuan pendidikan itu sendiri, apakah anak sebagai individu atau warga negara dengan berbagai tanggung jawabnya bagi masyarakat kelak.

"Yang terpenting mereka jangan dijadikan instrumen politik pemerintah, itu bisa sangat merusak," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar